اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلىَ اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَ خَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ و كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Amma ba’du, marilah kita senantiasa meningkatkan
ketakwaan kita kepada Allâh Subhanahu wa
Ta’ala dan
hendaklah kita senantiasa ingat, bahwa sebagai seorang muslim kita diwajibkan
selama masih hidup untuk senantiasa taat dan beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Allâh berfirman,
وَاعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kematian kepadamu.”
(Q.S. al-Hijr/15: 99) .
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Tiada tujuan lain amalan seorang muslim, kecuali untuk menghadapi kematian.”
Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan
bagi seorang muslim untuk lebih serius memperhatikan dan mengerahkan segala
kemampuannya pada mawâsimil khair (waktu-waktu
yang utama untuk melakukan kebaikan). Di antara bentuk rahmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yaitu Dia menyediakan bagi para hamba-Nya
waktu-waktu utama yang pada saat itu semua kebaikan dilipat gandakan balasannya
dibandingkan waktu-waktu lainnya. Di antara waktu itu adalah bulan Ramadhân
yang penuh berkah. Pada bulan ini, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Alqurân yang merupakan petunjuk
bagi umat manusia. Inilah musim melakukan kebaikan yang sangat agung.
Wahai kaum Muslimin, rahimakumullâh
Sungguh akan datang kepada kalian tamu
yang membawa keberkahan dan lagi mulia. Maka, hendaklah kita menyambutnya
dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Hendaklah kalian bersyukurlah kepada
Allâh Subhanahu wa Ta’ala,
karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala masih
memberi kita kesempatan untuk berjumpa dengan Ramadhân! Hendaklah kita memohon
kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar
ditolong dalam melakukan berbagai amal shalih, serta mohonlah kepada-Nya agar
Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima
seluruh amal kita. Karena bulan Ramadhân sebagaimana telah kita ketahui memiliki
banyak keistimewaan.
Di antara keistimewaannya adalah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan puasa pada bulan Ramadhân
sebagai salah satu rukun Islam. Orang yang telah memenuhi persyaratan tidak
diperkenankan meninggalkan berpuasa pada bulan itu, kecuali dengan alasan yang
dibenarkan syariat, seperti bepergian jauh atau sakit. Itupun dia tetap dikenai
beban untuk menggantinya di bulan-bulan yang lain. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَمَن
شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Q.S.
al-Baqarah/2: 185).
Juga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keringanan kepada orang yang
sudah berusia lanjut dan tidak mampu lagi untuk berpuasa. Orang seperti ini
tidak dikenai kewajiban mengganti pada bulan yang lain. Dia hanya dikenai
kewajiban membayar fidyah sesuai dengan ketentuan syariat.
Wahai kaum Muslimin, rahimakumullâh
Di antara keistimewaan Ramadhân yaitu
shalat tarawih yang disyariatkan khusus pada bulan ini. Shalat sunat
disyariatkan dikerjakan secara berjamaah di masjid. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Barangsiapa yang shalat bersama imam, maka
Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatat
untuknya pahala shalat semalam penuh.
Para ulama mengatakan bahwa shalat ini
hukumnya sunat mukkad, sehingga seharusnya bagi seluruh kaum
muslimin memperhatikannya dengan baik. Hendaknya kita memperhatikan cara
pelaksanaanya agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya sekadar mengikuti adat atau
kebiasaan. Sangat disayangkan fenomena di tengah masyarakat, banyak di antara
mereka yang melaksanakannya, namun seakan sebagai adat saja. Sehingga, apa yang
mereka lakukan tidak berbekas sama sekali dalam jiwa. Nas’alullah ‘afiyah.
Wahai kaum Muslimin, rahimakumullâh
Keistimewaan lain dari Ramadhân yaitu
Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya
sebagai waktu untuk menurunkan Alquran yang merupakan petunjuk bagi manusia.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqurân
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Qs
al-Baqarah/2:185)
Ibnu Abbâs mengatakan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan seluruh Alquran sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia pada bulan Ramadhân. Lalu
di sana, diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai kejadian.”
Wahai kaum Muslimin, rahimakumullâh
Keistimewaan ramadhan yang
selalu ditunggu-tunggu dan diharap-harap yaitu dia memilki Lailatul Qadr yang
dijelaskan langsung oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala keistimewaannya
yaitu lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang diberi taufik oleh untuk
beramal malam itu, berarti sama dengan beramal selama delapan puluh tiga tahun.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk beramal shalih pada malam itu.
Dan masih banyak lagi keistimewaan bulan
Ramadhân, bulan yang ditunggu kehadirannya oleh seluruh kaum muslimin yang
memiliki kepedulian terhadap hari akhiratnya. Bulan yang penuh berkah ini akan
segera datang. Mestinya, sejak sekarang sudah bertekad akan bersungguh-sungguh
dalam melakukan amal shalih pada bulan Ramadhân, sebagaimana anjuran
Rasûlullâh. Bersungguh-sungguh melaksanakan berbagai amalan shalih, baik yang
wajib, ataupun sunnah, seperti shalat, shadaqah, dan sabar
dalam melaksanakan ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Maka, janganlah kita sia-siakan bulan
ini dengan melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat, sebagaimana kelakuan
orang-orang celaka. Yaitu orang-orang yang lupa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Allâh pun melupakan mereka.
Mereka tidak bisa memetik manfaat apapun dari bulan yang penuh kebaikan yang
akan menjelang ini. Mereka tidak mengetahui kehormatan bulan ini dan tidak
mengetahui nilainya.
Wahai kaum Muslimin, rahimakumullâh
Pada bulan Ramadhân, pintu-pintu surga
dibuka, sementara pintu-pintu neraka ditutup. Setan yang senantiasa menggoda
dan menjebak manusia agar berbuat maksiat pun dibelenggu. Dalam sebuah riwayat
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Apabila bulan Ramadhân telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. (H.R.
Muslim).
Dengan demikian, kesempatan untuk
melakukan kebaikan itu terbuka lebar. Kita juga bisa menyaksikan pada bulan
Ramadhân, banyak orang yang berubah drastis. Dari yang tidak pernah ke masjid
jadi gemar ke masjid; dari yang bakhil berubah
menjadi pemurah dan lain sebagainya.
Namun sangat disayangkan, banyak orang
yang tidak mengerti hakikat bulan yang mulia ini, yang mereka tahu adalah bulan
ini merupakan kesempatan untuk menghidangkan dan menyantap makanan dan minuman
yang bervariasi. Asumsi ini mendorong berusaha keras untuk memenuhi apapun yang
diinginkan oleh hawa nafsunya. Mereka mengeluarkan biaya yang banyak untuk
membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Mereka berfoya-foya.
Padahal sudah dimaklumi bersama, bahwa terlalu banyak makan menyebabkan
seseorang malas melaksanakan perbuatan taat. Sementara pada bulan yang mulia
ini, seorang muslim diharapkan mengurangi makan sehingga bisa
bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Kaum Muslimin, rahimakumullâh
Sebagian lagi memahaminya sebagai
kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan. Dia pun “memanfaatkan” sebagian
besar waktunya untuk mendengkur, bahkan sampai tertinggal shalat jamaah di
masjid. Mereka berdalil dengan hadits lemah,
نَوْمُ
الصَّائِمِ عِبَادَةٌ
Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. (Hadits
ini dinyatakan dhaif oleh
Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah, no. 4696).
Ini jelas sebuah kekeliruan.
Sebagian lagi memahaminya sebagai waktu
untuk begadang, bukan dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi mereka habiskan waktu malam mereka
dengan bercanda-ria dan melakukan berbagai aktivitas yang sama sekali tidak
bermanfaat bagi mereka di akhirat. Ketika badan sudah terasa lelah akibat
begadang, mereka segera sahur, selanjutnya tidur sampai melewati shalat Shubuh. Na’udzubillah.
Sebagian lagi asik menyantap hidangan saat
berbuka sampai lupa diri dan meninggalkan shalat Maghrib berjama’ah di masjid.
Inilah di antara fenomena meyedihkan yang sering kita temukan di tengah
masyarakat pada bulan Ramadhân. Mereka meninggalkan berbagai kewajiban dan
melakukan aneka perbuatan yang diharamkan. Rasa takut kepada adzab Allâh Subhanahu wa Ta’ala seakan sudah tidak ada lagi di hati mereka.
Kalau kelakuan mereka, masihkah Ramadhân memiliki keistimewaan di mata mereka?
Manfaat apa yang bisa mereka petik darinya?
Kaum Muslimin, rahimakumullâh
Ada lagi sebagian orang yang memahami
bulan Ramadhân sebagai kesempatan emas untuk berbisnis. Mereka mencurahkan
segala kemampuan untuk menyusun strategi demi meraup untung sebanyak-banyaknya
di bulan ini. Waktu-waktu mereka dihabiskan di lokasi-lokasi bisnis,
sampai-sampai tidak lagi untuk ke masjid, kecuali sebentar saja dan itupun
dalam suasana terburu-buru. Di kepala mereka, Ramadhân merupakan kesempatan meraih
dunia dan bukan akhirat. Mereka letihkan diri mereka pada bulan Ramadhân demi
mencari sesuatu yang fana dan meninggalkan sesuatu yang manfaatnya kekal abadi.
Inilah beberapa contoh sikap yang keliru
dalam menyikapi kemuliaan bulan Ramadhân. Tanpa disadari, ini merupakan musibah
besar bagi mereka. Mereka dari terhalang berbagai kebaikan yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan bagi orang-orang yang
memanfaatkan momen berharga ini dalam rangka beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang
mengerti akan arti Ramadhân dan semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufik kepada kita
semua untuk senantiasa beramal shaleh.
[Khutbah Kedua]
وَالْحَمْدُ
لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Kaum Muslimin, rahimakumullâh
Pada khutbah yang pertama, sudah kita
sampaikan beberapa sikap sebagian kaum Muslimin yang keliru dalam menyikapi
Ramadhân. Keliru karena bertolak belakang dengan sikap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena, pada bulan Ramadhân, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih giat lagi beribadah dibandingkan
dengan bulan-bulan lainnya. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tinggalkan berbagai kesibukan demi
beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Ini
juga yang dilakukan oleh para ulama salaf. Mereka benar-benar serius
memperhatikan bulan ini. Mereka meluangkan waktunya untuk beribadah kepada
kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan
menunaikan berbagai amal shaleh. Mereka memanfaatkan detik demi detik waktu
dalam ketaatan kepada Rabb mereka dan bersungguh-sungguh melaksanakan shalat tahajjud. Az-Zuhri rahimahullah mengatakan, “Apabila bulan Ramadhân telah
tiba, maka waktu itu hanya untuk membaca Alqurân dan memberi makan orang lain.”
Para ulama salaf juga senantiasa duduk di masjid dan mengatakan, “Kami menjaga
puasa kami dan tidak menggunjing seorangpun.” Mereka juga memiliki antusias
tinggi untuk melaksanakan shalat tarawih
dan menyelesaikannya bersama imam. Maka dengan demikian bertakwalah kalian
kepada Allâh wahai kaum muslimin dan jagalah bulan Ramadhân ini, perbanyaklah
di dalamnya ketaatan-ketaatan kepada Allâh mudah-mudahan Allâh menggolongkan
(menetapkan) bagi kita ke dalam orang-orang yang beruntung dan memperoleh
kemenangan di bulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar